SPRI Buka Suara Terkait Laporan Bos PT Diamond Timber, Feri; Laporkan Kembali Pelanggaran UU Pers
Pekanbaru - Terkait dilaporkannya Pegiat Lingkungan Tommy Freddy Manungkalit sebagai narasumber dimedia dalam dugaan pencemaran nama baik dikritisi banyak kalangan.
Laporan sesuai surat panggilan atau undangan Krimsus Polda Riau, dengan No; B/159/I/2021/Direskrimsus itu bahkan juga mendapat krtik dari ketua Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Feri Sibaranai.
“Aneh dari laporan pencemaran nama baik sangat kita sayangkan. Banyak yang lupa kalau Pers itu dalam kinerjanya mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan UU No 40/1999 tentang pers. Oleh karna itu dalam kinerjanya pers itu memilik kode etik jurnalistik yang menjadi acuan dalam tugasnya,” kata Feri saat diwancara kabarriau.com di Pekanbaru, Jumat (29/1/21) sore.
“Sepanjang kinerja pers itu telah dipenuhi kode etik jurnalistik maka tidak ada hukum yang bisa menjerat pers (wartawan),” katanya.
Nah ulasnya, kalau ada masyarakat yang melaporkan narasumber yang berkomentar di media “itu kurang tepat”, kenapa? katanya ketika seorang narsumber berbicara fakta dimedia, maka itu bukan lagi tanggung jawab narasumber tersebut. “Melainkan menjadi tanggung jawab redaksional media yang memberitakan tersebut,” katanya.
Untuk itu ulasnya, jika ada yang keberatan terkait pemberitaan sebaiknya menggunakan hak jawab, dan kepada redaksi yang memuat berita tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 1 poin 11 UU pers, harus memuatnya.
“Itu yang harus dilakukan orang yang diberitakan, jangan semena-mena melaporkan narasumber,” jelasnya.
“Bagi kami SPRI menganggap sipelapor ‘tidak mengerti’ dan tidak paham dunia pers. Bahkan terkesan mereka tidak menghargai karya jurnalistik dan itu bisa masuk katagori sebagai upaya menghalangi-halangi kinerja pers itu sendiri, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 18 ayat 1 UU Pers,” lanjutnya.
“Pihak pelapor juga bisa terancam pidana kurungan 2 tahun dan denda Rp. 500 juta rupiah. Sepanjang UU Pers tersebut belum dicabut maka pihak manapun tidak bisa membatalkan UU tersebut,” katanya.
“Maka karena itu menurut saya, pihak PT Diamond Timber melakukan prosedur dalam penyelesaian terkait dalam pemberitaan, sehingga kesannya tidak “serampangan” melainkan kita semua sebagai warga negara harus patuh pada semua dengan UU,” katanya.
Terkait dalam pasal dalam UU ITE kata Feri, “yang dijadikan menjerat narasumber (Tommy.red), menurut kami tidak relevan, karna UU ITE tersebut arah dan tujuannnya jelas yaitu untuk menjerat setiap bentuk pelanggran transaksi elektronik yang bersipat kejahatan dan ujaran kebencian”.
“Atau seluruh perbuatan pelanggaran hukum yang berbasis internet dan jaringan, jadi tidak relevan jika hal itu dikaitkan pada kinerja Pers, sekalipun itu dilakukan secara onlione,” jelasnya.
“Kami dari SPRI mengannggap laporan-laporan seperti ini yang tertkait dengan pers adalah upaya mengahalang-halangi tugas pers itu sendiri. Menurut kami saudara narumber maupun pemilik media melaporkan kembali kasus pengahalang-halangi kinerja pers tersbut,” jelasnya.
Menurut Feri, tempuh jalur hukum kembali oleh media kepada penegak hukum dengan laporan upaya mengahalang-halangi, “apa artinya ada UU Pers sebagai UU Lex Specialis,” katanya.
Bila terjadi kesalahan pemberitaan, menurut satu pihak adalah kesalahan proses pencarian berita lanjut Feri, yang dilanggar itu adalah kode etik, bukan tindak pidana.
“Penyelesaiannya melalui kode etik jurnalistik, dalam hal ini pemenuhan Hak Jawab, yakni perbaikan atas berita yang dianggap salah itu, atau melapor pada dewan Pers nanti penliainnya ada di dewan Pers,’ pungkasnya.
Selaku narasumber Tommy, menyebut laporan Roy Candra ini, “akan kita tindak lanjuti hingga tuntas, sebab kita juga perlu membuktikan apakah dia (Roy) memang patut kita duga dan lalai dalam hal pengawasan dan menjaga hutan lestari di Dumai terhadap izin IUPHHK-HA sesuai izin yang mereka mohonkan”.**