H. Khairul Umam Tampung Penyampaian Ranperda APBD TA 2021

H. Khairul Umam Tampung Penyampaian Ranperda APBD TA 2021

Advertorial - Ketua DPRD H. Khairul Umam, Pj. Bupati Bengkalis bersama wakil ketua Syaiful Ardi, Ketua DPRD H. Khairul Umam dalam sidang Paripurna DPRD Bengkalis, mendengarkan penyampaian Ranperda APBD TA 2021, Jumat (27/11/20).

Ketua DPRD H. Khairul Umam, menyampaikan bahwa sebelum paripurna ini telah dilaksanakan pembahasan Rancangan KUA-PPAS baik di tingkat komisi-komisi dengan OPD terkait sebagai mitra kerja dan dilanjutkan rapat Badan Anggaran dengan TAPD.

Dan sesuai dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 311 ayat (1) menyatakan "Kepala daerah wajib mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukung kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama."

Ketua DPRD H. Khairul Umam, mengatakan nota keuangan yang disampaikan Pj Bupati mencakup rencana pendapatan, rencana belanja dan rencana pembiayaan daerah pada tahun 2021, yang memuat sejumlah asumsi perkembangan ekonomi makro serta pencapaian tahun terakhir dari RPJMD Kabupaten Bengkalis Tahun 2016-2021.

Dan sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Bengkalis tahun 2021 kata Ketua DPRD H. Khairul Umam, yaitu "Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial Melalui Pemantapan Pembangunan yang Berkualitas dan Berdaya Saing".

"Kami juga sangat menyadari bahwa peranan pihak legislatif di dalam pembangunan di Kabupaten Bengkalis tidaklah kecil, untuk itu masukan dan saran berupa Pokok-Pokok Pikiran Bupati sangat perlu diberikan ruang dan anggaran agar apa apa yang telah diserap di lapangan terakomodir di dalam rencana belanja yang telah disusun RAPBD Tahun 2021 ini," ungkap Ketua DPRD H. Khairul Umam,.

Sebelumnya dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan KUA PPAS (Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) TA 2021 digelar hari ini oleh DPRD Bengkalis, dihari yang sama.

Penandatanganan dilakukan langsung oleh Ketua DPRD H. Khairul Umam, Pj. Bupati Syahrial Abdi, beserta wakil Syahrial dan Syaiful Ardi dan disaksikan oleh anggota DPRD yang hadir baik secara langsung maupun melalui Video Conference.

"Persetujuan yang dituangkan dalam nota kesepakatan merupakan perwujudan dari rasa tanggung jawab DPRD dan Pemerintah Kabupaten Bengkalis terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di Kabupaten Bengkalis, dalam rangka mewujudkan visi Kabupaten Bengkalis yang dicita-citakan," ucap Ketua DPRD H. Khairul Umam.

Dalam nota kesepakatan tertuang rincian pendapatan sebesar Rp. 3.045.966.260.501, belanja daerah sebesar Rp. 3.224.373.422.622 dan pembiayaan daerah sebesar Rp. 178.407.162.161.

Sementara itu, Pj. Bupati Syahrial Abdi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dan memberikan berkontribusinya dalam penyusunan dan pembahasan KUA PPAS ini.

"Kepada seluruh perangkat daerah kami minta agar secara aktif mengikuti setiap pembahasan bersama komisi dan Banggar DPRD, sehingga APBD Tahun Anggaran 2021 dapat diselesaikan sesuai dengan apa yang telah kita targetkan bersama," ujarnya.

Pedoman Penyusunan Tata Tertib:

Menurut pasal 55 PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD. 

Selain itu Banggar melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan KUA serta PPAS.

Juga memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

Tugas lain melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan gubernur bagi DPRD kabupaten/kota bersama tim anggaran pemerintah daerah.

Melakukan pembahasan bersama TAPD terhadap rancangan KUA serta rancangan PPAS yang disampaikan oleh kepala daerah dan
memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD.

Dari keenam tugas tersebut, dapat diambil beberapa pemahaman, yakni, muncul lagi istilah "pokok-pokok pikiran DPRD". Dalam Permendagri No.13/2006 tidak dikenal istilah ini dalam pembahasan KUA, PPAS, dan RAPBD.

Penyampaian pokok-pokok pikiran DPRD 5 bulan sebelum penetapan APBD, yang paling lambat 31 Desember, berarti haruslah pada akhir Juli. 

Pada waktu tersebut, DPRD juga sedang melaksanakan pembahasan atas laporan pertanggungjawaban APBD yang disampaikan oleh kepala daerah dan KUA/PPAS perubahan APBD tahun berjalan.

Ketika substansi “pokok-pokok pikiran DPRD” berbeda dengan isi KUA dan PPAS, yang nota bene bersumber dari Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang RKPD, maka ada peluang bagi anggota dewan untuk memasukkan usulan program/kegiatan yang tidak bersumber dari Musrenbang.

Musrenbang pada prinsipnya merupakan mekanisme untuk "mengkonfirmasi" rencana program/kegiatan yang akan dilaksanakan oleh SKPD (sesuai dengan Tupoksinya) dengan yang diusulkan masyarakat (konstituen).

Hasil dari Musrenbang yang menurut Bappeda "layak" (sesuai dengan kewenangan dan fungsi pemerintahan) akan dicantumkan dalam RKPD dalam bentuk nama program dan kegiatan serta SKPD yang akan melaksanakan, dilengkapi dengan target kinerja yang ingin dicapai, jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakannya, dan sumber pendanaannya (kabupaten/kota, provinsi, atau pusat). 

Dengan demikian, "persyaratan" bahwa nama program/kegiatan yang terscantum dalam PPAS harus berasal dari RKPD “dilanggar” karena ternyata DPRD bisa mengusulkan di luar RKPD untuk masuk ke PPAS tersebut.

Konsultasi antara Banggar dan komisi-komisi, khususnya Komisi A (yang membawahi keuangan/anggaran daerah), kemungkinan tidak efektif ketika Komisi A terlalu mendominasi (lebih superior).

Pada praktiknya Banggar sering ditempatkan hanya sebagai “juru bicara” DPRD dalam hal penganggaran daerah (pembahasan rancangan APBD, APBD-P, dan pertanggungjawaban APBD) karena secara substantif sudah ada kesepakatan pada setiap fraksi ketika membicarakan politik anggarannya DPRD.

Banggar tidak bekerja sendiri dalam membahas KUA, PPAS, dan RAPBD, tetapi juga dibantu oleh semua anggota dewan yang lain, yang tergabung dalam komisi di dewan.

Pembahasan isu sektoral oleh DPRD dilaksanakan oleh komisi-komisi yang ada di DPRD, sehingga kelengkapan data/informasi sektoral mutlak diperlukan oleh setiap komisi.

Statistik daerah, regional, dan nasional selayaknya terarsipkan dengan baik, begitu pula isu-itu terkini hendaknya dapat teramati dan dianalisis dengan baik pula.

Faktanya, hampir seluruh komisi DPRD di Indonesia tidak memiliki data atau statistik yang memadai. Itulah sebabnya mengapa DPRD selalu "kalah" dalam pembahasan isu dan kebijakan, termasuk kebijakan anggaran, dengan kepala daerah dan jajarannya.

Selain itu, meski pun sudah diamanatkan dalam UU No.27/2009 dan PP No.16/2010, keberadaan tenaga ahli dan kelompok pakar/tim ahli belum dianggap penting oleh DPRD dan pemerintah daerah.

Banggar bukanlah tim penyusun anggaran DPRD. Banggar hanya memberikan saran belaka kepada pimpinan DPRD, yang mendiskusikan anggaran untuk anggota DPRD dengan Sekretaris DPRD. 

Penyusunan rencana kerja dilakukan oleh semua alat kelengkapan DPRD sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan difasilitasi oleh Sekretaris DPRD.

Bahwa DPRD tidak berwenang memberi usulan rincian jenis kegiatan beserta besaran alokasi anggaran (satuan tiga) dalam rancangan APBD. 

DPRD yang dimaksud meliputi pimpinan dan anggota DPRD maupun alat kelengapan DPRD seperti Badan Anggaran (Banggar) atau Komisi. 

Kewenangan yang tertulis secara gamblang atas kata "wewenang" atau tugas atau ditafsirkan sebagai hak atau kewajiban.

Aturan dan ketentuan hukum meliputi undang-undang yang terkait diantaranya UU MD3 atau UU Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan DPRD sendiri yang bernama Tata Tertib DPRD.

Salah satu penyebab terjadinya pelanggaran kewenangan tersebut, adanya persepsi yang keliru atas kedudukan DPRD dengan DPR.

DPRD sebagai bagian dari unsur pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi, tugas dam wewenangnya selain berdasarkan undang-undangjuga harus berpedoman pada kebijakan operasional berupa Norma, Standar, Prosedur.

Relevansinya, dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, DPRD mengacu kepada Tata Tertib DPRD (berupa Peraturan DPRD) yang dibuatnya sendiri. Dalam Tatib DPRD tersebut, berisi sejumlah tugas dan kewenangan komisi dan Banggar dalam pembahasan rancangan APBD.

Salah persepsi yang dimaksud, karena meniru kewenangan yang dimiliki oleh DPR. Dalam Pasal 58 ayat (2) Tatib DPR menyebutkan secara gamblang tugas komisi dalam bidang anggaran. 

Diantaranya dalam huruf c "membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi dan program kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi". Tugas di huruf e "membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi dan program kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi berdasarkan hasil sinkronisasi alokasi anggaran kementerian/lembaga oleh Badan Anggaran

Tugas di huruf g "membahas dan menetapkan alokasi anggaran per program yang bersifat tahunan dan tahun jamak yang menjadi mitra komisi bersangkutan. Frasa “menetapkan alokasi anggaran per program" disebut secara jelas.Apa yang dinyatakan dalam Tatib DPR tersebut merupakan turunan atau salinan dari Pasal 98 ayat 2 UU MD3.

Sehingga kewenangan komisi di DPR cakupannya begitu luas, hingga dapat memberi usulan alokasi anggaran per program. Sementara kewenangan komisi di DPRD tidak.**ADV/Romi.