Dinas Arpusda Banyumas Dapat Hibah Benda Kuno Dari Nenek Rasitu

Dinas Arpusda Banyumas Dapat Hibah Benda Kuno Dari Nenek Rasitu

Banyumas - Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Dinas Arpusda) Kabupaten Banyumas, Rabu (25/11), menerima hibah nenek Rasitu (69) warga Desa Karangkemiri, Kecamatan Karanglewas, berupa benda kuno. Benda-benda kuno itu terdiri dari naskah kuno hingga tombak dan keris.

Disebutkan ada 11 benda pusaka yang diserahkan Rasiti yang merupakan benda-benda pusaka terdiri dari dua naskah kuno yang ditulis pada jeluang dalam tulisan Jawa.

Kepala Dinas Arpusda Kabupaten Banyumas, Joko Wikanto, mengaku sang nenek menyerahkan, 1 tasbih, 1 keris kecil berwarna kuning emas, 1 keris sedang berwarna cokelat, 1 guci kecil, 1 guci sedang, 1 ketel atau ceret kuningan, 1 tombak, 1 tas kuno berisi perca dan 1 padupan.

Benda-benda pusaka kuno itu disimpan dalam sebuah tas yang sudah lapuk dan berlubang di beberapa sisinya. Tas itu tampak terbuat dari anyaman bambu dilapis kulit.

"Kemungkinan umurnya lebih dari 200 tahun, karena 200 tahun dari sekarang 1830an. Katakan 1825 era perang Diponegoro, dan di perang Diponegoro kertas dari barat itu sudah ada, dan pemakaian deluang sebelum kertas. Dari situ saja sudah diketahui, tapi kita belum bisa memastikan," katanya.

Salah satu pegiat pelestari, khususnya pelestari tosan aji Banyumas, Indra Adityawarman, mengatakan jika dirinya diperbantukan oleh Dinas Arpusda untuk memberikan gambaran pada barang-barang tersebut.

 

Dia sendiri melihat lima jenis benda yang dihibahkan oleh Rasiti. "Ada sekitar lima jenis benda, di antaranya tombak, handel keris, manik-manik, lontar yang itu pun ada tiga jenis, dan dua buah manuskrip jeluang. Dari manuskrip jeluang itu sendiri ada dua manuskrip yang sudah diarsipkan di sini dan kemungkinan bertuliskan cecarakan awal, karena dia beda dengan Kawi, tapi juga beda dengan hanacaraka yang sekarang ada, hanacaraka modern. Jadi kemungkinan besar itu cecarakan awal atau aksara Jawa awal," ujarnya.

Indra menilai perlu ada filolog untuk membaca manuskrip dan arkeolog untuk mengetahui berapa perkiraan usia barang-barang kuno tersebut.

"Nanti kan mungkin ada uji material, karena jeluang itu sendiri kan ada beberapa jenis. Jeluang yang biasa digunakan pihak keraton atau jeluang-jeluang yang biasa dipakai di situs situs pertapaan, itu kualitasnya akan beda. Mungkin dari situ arkeolog nanti akan bisa memastikan apa," ujarnya.

Dia memperkirakan jika usia dari benda-benda tersebut dari berbagai era. Seperti halnya daun lontar, Indra mengatakan lontar kebanyakan digunakan saat era pra Islam, walaupun setelah Islam ada beberapa manuskrip Islam yang menggunakan daun lontar.

"Tetapi kebanyakan di Jawa ya pra Islam. Kemudian untuk handel keris, handel keris itu sendiri kalau melihat dari fragmennya, bentuknya, itu kan handel keris gagrak Banyumas tapi Banyumas pasir. Kalau Banyumas pasir itu pengaruhnya kerajaan Cirebon maupun kerajaan Padjajaran. Yang satu itu handel Putabajang dan yang satu itu handel Nuradakanda. Untuk Nuradakanda kemungkinan besar lebih muda atau lebih tua ketimbang Putabajang. Karena Putabajang kemungkinan muncul handel tersebut ketika Kerajaan Cirebon atau Padjadjaran," ujarnya.

 

Sedangkan untuk tombak, lanjut dia, perkiraannya merupakan tombak tangguh kulonan, tangguh Padjajaran. Sebab dia melihat bentuk besinya yang tidak seperti tangguh-tangguh Wetanan.

"Untuk tombaknya sendiri, dapurnya itu kalau tidak salah Biringsumbren, ada sapit abunya, tapi untuk pamornya sendiri atau tayuh atau perkiraan masa pembuatan atau perkiraan dimana tombak itu dibuat, zaman apa? kerajaan apa? itu kami belum bisa memastikan, karena barangnya itu masih kotor. Nanti kalau sudah di warangan baru bisa ditayuh, diketahui pamornya, diketahui jenis besinya, diketahui dapur atau bentuknya, kemudian diketahui tangguhnya, atau perkiraan masa pembuatan," urai dia.

Sedangkan Rasiti mengatakan tak mengetahui banyak hal di balik benda-benda yang selama ini berada di dalam kamar ayahnya itu. Sang ayah bernama Mulwiredja meninggal dunia pada tahun 1994 di usia 74 tahun.

"Barang itu peninggalan bapak saya, bapak saya dari kakek, kakek saya Santarwi. Jadi saya tidak tahu peninggalan itu, setelah bapak saya Meninggal tahun 1994, lalu yang meneruskan merawat ibu saya, sampai tahun 2011, tahun 2011 ibu saya meninggal dan ini baru dibuka," ujarnya.

Pada detikcom dikatkannya, Barang-barang tersebut tersimpan dalam sebuah tas kuno yang saat ini bentuknya sudah rusak. Ketika dibuka, semua barang barang tersebut langsung diletakkan dalam sebuah kotak kaca yang ada di Dinas Arpusda Kabupaten Banyumas.

 

"Setelah saya tahu sini (Dinas Arpusda) akhirnya saya mantep sekali untuk menyerahkan barang ini, karena saya takut punah barang itu. Bilamana sudah diteliti oleh pakar pakarnya, apakah itu nanti pelajaran agama, sejarah atau apa saya tidak tahu. Harapannya dijaga supaya dilestarikan di sini, nanti dirawat disimpan dengan baik, diteliti oleh pakar, supaya nanti bisa ditemukan apa itu isinya," jelasnya.

Selama ayahnya hidup, Rasiti mengaku tidak pernah mendapatkan cerita tentang benda-benda itu. Namun, ayahnya yang saat itu merupakan seorang penderes gula kelapa sering didatangi penilik kebudayaan. Bahkan seingat dia, ketika Maulid Nabi, sang ayah selalu mengadakan pengajian dan tradisi memandikan barang-barang tersebut.

"Saya tidak tahu kakek saya dulu tumenggung, apa Adipati, saya tidak tahu, pokoknya itu peninggalan dari ayah saya. Waktu hidupnya juga tidak bilang apa-apa, cuma bapak saya suka didatangi oleh penilik penilik kebudayaan.
Saat zamannya bapak itu selalu ada pengajian setahun sekali di bulan Maulud nabi, setelah itu sudah tidak ikuti tradisi itu, hanya disimpan saja," urainya.

Dia menambahkan jika penyerahan barang-barang kuno tersebut nantinya akan menambah khasanah Dinas Arpusda untuk diperlihatkan kepada generasi penerus.

"Dengan adanya penyerahan naskah kuno yang ada beberapa item itu tentunya akan menambah banyak khasanah yang ada di Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah yang endingnya adalah bisa dilihat oleh generasi penerus. Khususnya warga Banyumas maupun di luar Banyumas yang ingin mendengarkan, melihat cerita dari silsilah barang tersebut," tuturnya.**