Kebun Kurma di Kampar Tak Ada Rekomendasi Izin Disbun
Kampar - Kebunan Kurma di Desa Ranah Sungkai XIII Koto Kampar, Kampar, Riau, tidak pernah terdengar mengurus surat izin rekomendasi Perkebunan ke Dinas Perkebunan kabupaten Kampar.
Hal ini dikatakan Kepala Bidang (Kabid) Izin Perkebunan, Dinas Perkebunan Kabuapten Kampar, Idrus, Senin (23/11/20).
"Selama perusaan Kurma beraktifitas di lingkungan Kampar sama sekali tak pernah mengurus rekomendasi disini, dan tak pernah pihak perusaan mengunjungi kami disini ,"kata Idrus.
Menurut ketentuan Undang - undang Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 disebutkan bahwa “Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan”.
"Seharunya terkait perkebunan menurut undang-undang di Negara Indonesia wajib pengusaha perkebunan memiliki rekomendasi dari kami Dinas Perkebunan," ulasnya.
Adapun yang dimaksud dengan skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal, dan/atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha. (Pasal 1 angka 7 UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan)
Apalagi jelasnya, lahan kebun Kurma seluas 165 hektare itu sangat luas, karenanya mereka wajib surat rekomendasi dari dinas Dinas Perkebunan.
"Bayangkan 25 hektar saja telah wajib urus rekomendasi apalagi telah melebihi ratusan hektar," paparnya.
Terkait zin selanjutnya dijelakannya, luas lahan usaha, pada prinsipnya terdapat tiga kategori usaha perkebunan yaitu besar, sedang dan kecil. Luas lahan perkebunan selanjutnya juga didasarkan kepada jenis tanaman yang ditanam.
"Sebagaimana pertanyaan saudara mengenai usaha perkebunan kecil (walaupun saudara tidak menjabarkan jenis tanaman yang ditanam) maka saya akan mencontohkannya. Untuk kelapa, karet dan kako maka luas lahannya yaitu 25 s/d 50 Ha sedangkan Kelapa sawit 25 s/d 100 Ha," katanya.
Berlanjut kepada jenis usaha perkebunan, terdapat tiga jenis usaha perkebunan, yang terdiri atas usaha budidaya tanaman perkebunan, usaha industri pengolahan hasil perkebunan dan usaha perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil.
"Demikian diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Pertanian No: 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (Permentan 98/2013)," jelasnya.
Lebih lanjut Permentan 98/2013 mengatur: Perkebunan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B). (Pasal 8 ).
Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas paling rendah unit pengolahan hasil perkebunan wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P). (Pasal 9).
Usaha Budidaya Tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas 240 hektar atau lebih, dan tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih, wajib terintegrasi dalam hubungan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dan Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). (Pasal 10)
Sebelum mengurus IUP-B, IUP-P dan IUP, Perusahaan Perkebunan wajib memiliki Hak Guna Usaha. Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) juncto Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 atau 35 tahun, yang bila diperlukan.**