LIPPSI "Tantang" Jaksa Selidiki Puti Island

LIPPSI "Tantang" Jaksa Selidiki Puti Island

Pekanbaru - Warga sekitar lokasi wisata "Puti Island", milik Kepala Didang (Kabid) Binamarga Dinas PUPR Pekanbaru, Akmaluddin, yang diduga benilai ratusan juta itu diminta warga telusuri asal-usul uang itu dan agar didalami Kejati Riau.

Sebab kata ketua Lembaga LIPPSI Riau, Mattheus Simamora, patut diduga uang beli pulau itu dari hasil Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dari proyek PUPR Pemko Pekanbaru.

Dari bincang-bincang dengan warga disekitar desa lokasi pulau di Kecamatan XII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau, Ocu Amin, mencoba menghitung pakai jari, "kalau harga tanah Rp 10 Juta permeter kalikan saja," kata Ocu yang tamat SD tersebut.

Kepastian harga ini tak terjawab, pasalnya Akmauddin dihubungi melalui telphon genggamnya tidak menjawab, padahal sebelumnya Akmal mengaku telah membeli sebuah pulau objek wisata yang dinamainya "Puti Island". Itu infonya diambil dari nama anak kesayangan Akmal.

"Kalau surat menyurat tidak ada, tapi saya dengar dia telah ganti rugi dengan warga, nanti akan kita panggil Akmaluddin untuk kejelasannnya," demikian ucap Kepala Desa Pulau Godang, Kampar, Riau, Syofian Majo Sati, SH.MH, sebelumnya.

"Pulau-pulau yang ada di Pulau Godang tidak bisa di jual beli, Kami dari pemerintahan desa Pulau Gadang tidak bisa mengeluarkan surat jual beli atau SKGR, karena itu lahan pemerintah yang sebelumnya sudah diganti rugi. Tapi kalau usaha silahkan tentu syaratnya harus diikuti," ulas Kades Syofian.

Seperti diketahui Akmaluddin adalah ponakan orang nomor satu di Pekanbaru, dia sebagai Kabid banyak berhubungan dengan kontraktor.

Bahkan sejumlah laporan ke Kejari Pekanbaru telah disampaikan secara resmi oleh LSM maupun lembaga lain. Namun entah apa sebabnya setiap laporan terkait "kroni" mereka ini, tidak satupun yang ke meja hijau.

Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI) yang diketahui telah beberapa kali menyampaikan laporan dugaan korupsi dibeberapa proyek yang "digawangi" Akmaluddin, mengaku pesimis dengan integritas dan akuntable aparat penegak hukum terhadap pemberantasan korupsi.

Hal tersebut dikatakan Mattheus kepada media ini beberapa waktu lalu. 

Bahkan menurutnya, LIPPSI mereka telah beberapa kali mengemas laporan hasil investigasinya dengan analisa dugaan korupsi yang bisa dipertanggungjawabkan. Akan tetapi semua laporan tersebut diduga "tidak diproses". 

Malah menurut aktivis anti rasuah ini, sepertinya penegak hukum lebih sibuk mencarikan jawaban atas laporan tersebut agar kasus Akmal dan kroninya tidak dilidik.

"Ada apa ini, kok sikap aparat cendrung lebih suka membantu 'koruptor' dari pada menindaklanjuti laporan masyarakat ?" ujar Mattheus.

Harap Mattheus sih, KPK, Kejati dan PPATK menelusuri kekayaan Kabid yang terkenal lihai dalam "menggodok" proyek di Kota Pekanbaru ini.**