Polemik Mobil Dinas Petinggi KPK, Nurul Ghufron Curhat

Polemik Mobil Dinas Petinggi KPK, Nurul Ghufron Curhat

Jakarta - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, persilakan publik menilainya sendiri terkait polemik pembelian mobil dinas yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Kata dia, selama ini fasilitas mobil dinas untuk pejabat struktural KPK memang belum ada.

Ghufron meminta pihak yang menganggap pimpinan KPK hidup wah untuk mengecek ke rumahnya. "Saya tidak akan menerima, pun tidak akan menolak," kata Ghufron dalam pernyataannya, Senin (19/10/20).

"Saya berterima kasih atas perhatian ICW, sebagai subjek yang dinilai saya mempersilakan publik untuk menilainya," ulasnya.

Dia menilai bahwa mobil dinas merupakan salah satu fasilitas yang diberikan oleh negara sebagai pejabat publik. 

"Tentang mobil dinas, KPK sebagai aparatur negara difasilitasi menurut peraturan, salah satunya adalah transportasi. Namun, karena belum ada fasilitas tersebut diganti dengan tunjangan transport, sehingga selama ini pimpinan KPK menggunakan mobil pribadi untuk kegiatan dinasnya," katanya.

Menurut mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, penganggaran mobil dinas sesungguhnya sudah diajukan beberapa kali di tahun anggaran sebelumnya. Namun karena kondisi ekonomi belum dibolehkan.

"Tentang harga mobil, KPK tidak menentukan tentang standar mobil dan harganya, itu semua diatur dalam peraturan tentang standar fasilitas aparatur negara dengan segala tingkatannya. Bahkan KPK meminta standar yang paling minim harganya," katanya.

Berdasarkan informasi yang diterima, mobil jabatan untuk Ketua KPK dianggarkan sebesar Rp 1,45 miliar. Sedangkan untuk 4 Wakil Ketua KPK, masing-masing dianggarkan Rp 1 miliar. Spesifikasinya mobil 3.500 cc.

Sementara itu, untuk mobil jabatan 5 Dewas KPK, masing-masing dianggarkan Rp 702 juta sehingga totalnya Rp 3,5 miliar lebih.

Anggaran mobil Rp 702 juta itu juga disiapkan untuk 6 pejabat eselon I KPK. Selain itu, ada anggaran mobil dinas jabatan untuk eselon II di KPK.

Sebelumnya pembelian mobil itu ditolah Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi itu.**