Dalam Dakwaan KPK, Balon Kuat Bupati Bengkalis Kasmarni "Terseret"
Kabar Korupsi - Istri Amril Mukminin yang diduga ikut menikmati uang hasil korupsi dari pengusaha perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Bengkalis kini mulai dihebohkan setelah dalam surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor : 42/TUT.01.04/24/06/2020 tersebutkan nama Kasmarni yang saat ini dikabarkan akan melanjutkan kepemimpinan suaminya.
Ketua Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI), Mattheus Simamora mengatakan KPK tidak boleh setengah-setengah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dalam hal ini pemberi dan penerima harus sama-sama diproses.
"Jangan kemudian isi dakwaan itu akan menjadi bola liar ditengah-tengah masyarakat. Apa lagi saat sekarang ini moment politik di kabupaten Bengkalis. Sah-sah saja kalau ada masyarakat Bengkalis yang mengatakan majunya Kasmarni sebagai salah satu kandidat calon Bupati diduga menggunakan uang hasil korupsi. Dasarnya ya dari isi dakwaan tersebut," jelas Mattheus pada suarapersada.
Lagi kata Mattheus, "sangat susah menafikan pengumpulan pundi-pundi dari hasil korupsi yang dilakukan Amril Mukminin tidak dinikmati oleh Kasmarni. Bahkan masyarakat juga boleh menduga majunya Kasmarni adalah untuk melanjutkan dinasti agar setoran pengusaha kelapa sawit itu bisa terus dinikmati".
Terkait adanya nomor rekening sebagai tempat pengumpulan uang-uang yang diduga hasil dari penyalahgunaan wewenang dalam jabatan Amril Mukminin sebagai Bupati Bengkalis, seharusnya KPK juga mengejar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Mattheus selidik KPK terlalu dangkal kalau hanya berhenti di Amril saja, bahkan bukan hanya Kasmarni kemungkinan adanya nomor rekening kolega lain juga harus dilacak.
"Jadi, lanjut Mattheus, KPK harus melanjutkan pemeriksaan atas Kasmarni agar jangan ada polemik ditengah-tengah masyarakat dan status hukum Kasmarni jelas".
Sesuai yang termaktub dalam isi dakwaan yang diungkap KPK jauh sebelum Amril duduk sebagai Bupati Bengkalis tepatnya tahun 2013 telah memulai petualangannya mencari sumber-sumber uang namun ternyata diketahui KPK belakangan uangnya adalah uang gratifikasi.
Dalam dakwan KPK juga memandang Amril telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode masa jabatan tahun 2014–2019 dan selaku Bupati Bengkalis periode masa jabatan tahun 2016–2021.
Amril diduga telah menerima gratifikasi, berupa uang yang diterima setiap bulannya berasal dari pemberian pengusaha sawit yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis, yaitu dari Jonny Tjoa sebesar Rp 12.770.330.650,00 dan dari Adyanto sebesar Rp 10.907.412.755,00.
Uang ini diterima Terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Kasmarni (istri Terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216XXX dan nomor rekening 702114976XXX.
Diterangkan, bahwa pada tahun 2013 saat Amril Mukminin saat itu masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, sementara Jonny Tjoa adalah Direktur Utama dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera yang berlokasi daerah Balairaja, Kabupaten Bengkalis. Tragisnya sawit ini diduga bermasalah.
Jonny Tjoa meminta bantuan Terdakwa untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke PT Mustika Agung Sawit dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.
"Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp 5,00 (lima rupiah) per kilogram TBS (tandan buah sawit) dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik."
Sehingga terhitung sejak bulan Juli 2013 telah dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni. Gratifikasi ini berlanjut terus dan semakin mantap pasca Amril Mukminin dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada bulan Februari 2016.
Dalam dakwaan tersebut juga disebutkan pada awal tahun 2014 saat Terdakwa masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera yang beroperasi di Desa Balairaja, Kabupaten Bengkalis, juga meminta bantuan Terdakwa untuk mengamankan kelancaran operasional pabrik.
Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Amril Mukminin dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp 5,00 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.
Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni di rumah kediaman Terdakwa.
Setelah Terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada bulan Februari 2016, Adyanto meneruskan pemberian uang kepada Amril Mukminin selaku Bupati Bengkalis, sehingga uang yang telah diterima Terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755,00.
Jaksa KPK sebagai penuntut ditanya mengaku dalam perkara suap mantan Bupati Bengkalis Amril Mukminin tidak menampik masuknya nama Kasmarni dalam surat dakwaan tersebut. Kendati demikian status yang bersangkutan masi sebatas saksi. Hal tersebut dikatakan Jaksa Feby usai sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (06/08/20).
Jaksa Feby menjelaskan bahwa terkait dengan adanya pengembalian uang 5,2 Milyar yang dilakukan oleh terdakwa Amril Mukminin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak serta-merta menghapus Pidananya, tetapi tentu saja hal itu menjadi pertimbangan bagi kami sebagai Penuntut Umum dan barangkali bagi Majelis Hakim pun demikian.
"Pengembalian itu tidak menghapus atas dugaan tindak pidana yang terjadi, tetapi menjadi pertimbangan dalam merumuskan tuntutan, bisa saja kita lakukan, kerena sesungguhnya saat ini telah terjadi pergeseran tujuan pemidanaan kita, dahulu ada istilah pemidanaan bertujuan untuk balas dendam, namun saat ini kan sudah beda, kita berharap akan ada efek jera atau bahkan yang kita kedepankan adalah pencegahan," katanya menegaskan.
Saat ditanya awak media, terkait pemanggilan saksi atas nama Kasmarni, Jaksa KPK ini menjelaskan, prosedur Hukum kita kan boleh, meskipun dia (Kasmarni) adalah istri terdakwa.
"Kita juga melakukan pemanggilan secara patut, namun demikian sebagai saksi beliau berhak secara Hukum untuk mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” pungkasnya pada wartawan Brata.**