Uang Rampasan Dari Koruptor Disetor KPK ke Kas Negara

Uang Rampasan Dari Koruptor Disetor KPK ke Kas Negara

Kabar Korupsi - Plt Jubir KPK Ali Fikri mengaku total uang Rp 10,4 miliar, SGD 1.060 dan USD 50, uang hasil rampasan KPK dari kasus suap terhadap eks anggota DPR Bowo Sidik Pangarso ke kas negara.

Bowo terbukti menerima suap USD 163.733 dan Rp 311 juta (bila dikurskan dan dijumlah sekitar Rp 2,6 miliar) dalam kasus suap distribusi pupuk menggunakan kapal. Suap itu diterima dari Asty Winasty dan Taufik Agustono. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui Indung.

Asset recovery tersebut sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 81/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Desember 2019 atas nama terdakwa Bowo Sidik Pangarso.

Ali mengatakan uang tersebut disetorkan ke kas negara secara bertahap pada 22 Januari 2020 sebesar Rp 1.850.000.000 dan pada 24 April 2020 sebesar Rp 8.574.031.000, SGD 1.060 dan USD 50. Penyetoran ke kas negara tersebut yang dilaksanakan oleh Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono.

"Uang rampasan yang disetorkan itu termasuk uang yang berasal dari amplop-amplop yang disita saat OTT terhadap Bowo Sidik. Total keseluruhannya sebesar Rp 10.424.031.000 dan SGD 1.060 serta USD 50," katanya, Sabtu (2/5/20).

Ali mengatakan ini bagian dari komitmen KPK untuk memaksimalkan asset recovery atau pemulihan aset dari hasil tindak pidana korupsi.

"KPK berkomitmen dalam setiap penyelesaian perkara akan terus memaksimalkan upaya pemulihan aset untuk negara dari hasil korupsi baik melalui tuntutan uang pengganti maupun perampasan aset hasil Tipikor melalui penyelesaian perkara TPPU," tuturnya.

Dalam kasus ini, KPK menjerat empat orang tersangka yakni Bowo Sidik, Asty Winasti sebagai Marketing Manager PT HTK, asisten Bowo Sidik, Indung dan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Taufik Agustono.

Bowo Sidik, Asty Winasti, dan Indung telah divonis bersalah terlibat dalam transaksi suap terkait distribusi pupuk menggunakan kapal. Sementara, Taufik proses penyidikannya di KPK hingga kini masih berjalan.

Bowo Sidik sendiri sudah dieksekusi ke Lapas Kelas I Tangerang pada Rabu (18/12/2019) lalu. Dia akan menjalani hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Bowo juga menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Uang tersebut diberikan agar Bowo membantu menagih pembayar utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan bahan bakar minyak (BBM).

Selain itu, Bowo Sidik menerima gratifikasi SGD 700 ribu dan Rp 600 juta (sekitar Rp 7,7 miliar). Penerimaan gratifikasi tersebut berkaitan dengan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar.**