Terkait Eksekusi Lahan Batal, Ini Jawaban PT PSJ

Terkait Eksekusi Lahan Batal, Ini Jawaban PT PSJ

Kabar Hukum - PT Peputra Supra Jaya (PSJ) mengirimkan rilis melaui team advokasinya ASEP RUHIAT, S.Ag., S.H., M.H., pada 13 Januari 2020 terkait Surat Perintah Tugas yang dikeluarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau  Nomor : 096/PPLHK/082, Tanggal 10 Januari 2020 Tentang pelaksanaan Eksekusi Pidana Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087K/PID.SUS.LH/2018,maka kami team advokasi menyatakan dalam press release hal-hal  sebagai berikut :

Bahwa klien kami  pada Tanggal 07 Juni 2017 di dakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Tindak Pidana Khusus No. 183/PID.SUS/2017/PN.PLW dengan dakwaan melakukan usaha perkebunan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 Jo. Pasal 47 Ayat 1 Jo. Pasal 113 Ayat 1 UU RI No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan;

Bahwa kemudian pada tanggal 15 Februari 2018 perkara tersebut diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan yang Menyatakan Terdakwa PT. Peputra Supra Jaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum, Membebaskan Terdakwa PT. Peputra Supra Jaya dari Dakwaan Penuntut Umum,dan Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya, serta Menetapkan agar barang bukti, dst.......

Bahwa terhadap putusan No. 183/PID.SUS/2017/PN.PLW tanggal 15 Februari 2018 tersebut ,pada tanggal 21 februari 2019 Jaksa Penuntut Umum menyatakan kasasi ;

Bahwa permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum tersebut dikabulkan oleh Mahkamah agung dan menyatakan klien kami  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu yang tidak memiliki ijin usaha perkebunan dan barang bukti nomor 315 selengkapnya sebagaimana tersebut dalam tuntutan pidana penuntut umum tanggal 11 Desember 2017, dirampas untuk dikembalikan kepada negara melalui Dinas Kehutanan Provinsi Riau c.q. PT. Nusa Wana Raya;

Bahwa terhadap putusan kasasi No. 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018, Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan menerbitkan Berita Acara Pengembalian Barang Bukti tertanggal 16 Desember 2019 ;

Bahwa penerbitan Berita Acara Pengembalian Barang Bukti tersebut telah menyalahi aturan dan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang dijelaskan  dalam :
Pasal 270 KUHAP yang berbunyi :
“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya”;

Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-002/A/JA/05/2017 Tanggal 19 Mei 2017 Pasal 1 Butir 13 berbunyi :
“Benda sita eksekusi adalah aset atau barang milik terpidana atau keluarga terpidana, aset terkait terpidana, termasuk kooporasi terkait pidana, yang disita oleh jaksa eksekutor atau jaksa pemilihan aset untuk dijual atau dilelang dalam rangka pelaksanaan putusan denda atau uang pengganti yang dibebankan kepada terpidana”;
Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-089/J.A/8/1988 Tanggal 05 Agustus 1988 Tentang Penyelesaian barang Rampasan.

Jadi Berdasarkan ketentuan diatas, yang berwenang melaksanakan sita eksekusi terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 tersebut hanyalah Jaksa (Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pelalawan) dan bukanlah KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU;

Bahwa pada tanggal 13 Desember 2019  ini  klien kami telah mengajukan  upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tersebut dan telah sidang di Pengadilan Negeri Pelalawan pada hari rabu tanggal 08 Januari 2020;

Bahwa upaya luar bisa / Peninjauan Kembali  yang dilakukan klien kami apabila kita kaitkan dengan  teori  M. Yahya Harahap, S.H. yang berpendapat bahwa Pasal 66 ayat (2) UUMA itu:

? Dapat diperlunak secara “kasuistik” dan “eksepsional”;

? Karena yang dilarang pasal itu, mempergunakan permohonan peninjauan kembali sebagai alasan penundaan eksekusi secara “generalisasi”.

undang-undang tidak melarang pengadilan menunda atau menghentikan eksekusi asal penerapannya secara “kasuistik” dan “eksepsional”.Dalam keadaan yang sangat mendasar dan beralasan, permohonan peninjauan kembali dapat dipergunakan sebagai alasan menunda atau menghentikan eksekusi.

Menurut Yahya, peninjauan kembali dapat dianggap sungguh-sungguh dan mendasar apabila alasan yang diajukan:

a. Benar-benar sesuai dengan salah satu alasan yang ditentukan Pasal 67 UUMA.

b. Alasan yang dikemukakan didukung oleh fakta atau bukti yang jelas dan sempurna.

c. Dapat diduga majelis hakim yang akan memeriksa PK

Demikian Press Release ini kami sampaikan, Atas perhatiannya kami ucapkan Terimakasih.**jh/rls