Aisyah Chairani Putri; Perlukah Kita Lakukan Impor Garam?

Aisyah Chairani Putri; Perlukah Kita Lakukan Impor Garam?

Oponi Pembaca - Dalam kehidupan sehari-hari, garam banyak digunakan sebagai salah satu bumbu masak yang paling penting. Rasa asin yang dihasilkan tentunya mampu menyeimbangkan cita rasa suatu makanan. Tak hanya sebagai bahan konsumsi, garam juga banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai kegiatan industri di Indonesia. Hal inilah yang membuat keberadaan garam menjadi sangat vital di negeri ini.

Seiring dengan permintaan industri dan rumah tangga yang terus meningkat, tentunya kebutuhan akan garam cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2019 ini, kebutuhan garam dalam negeri mencapai 4,7 ton dengan peningkatan rata-rata 11% dari tahun sebelumnya.   

Sayangnya, peningkatan permintaan kebutuhan garam tidak dibarengi peningkatan produksi garam oleh para petani lokal. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian dalam laporannya menyebutkan total produksi garam nasional pada tahun 2019 adalah 2,3 juta ton. Jumlah ini menurun sebanyak 14,4% dari produksi garam tahun sebelumnya.

Impor garam terpaksa harus dilakukan karena produksi garam nasional belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan industri yang mensyaratkan kualitas garam yang lebih tinggi. Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi, maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi.  

Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan garam sebanyak 4,7 ton, diperlukan lahan minimal seluas 40.000 hektar, sementara menurut data Kementrian Kelautan dan Perikanan, lahan nasional yang ada di Indonesia hanya sekitar 30.000 hektar.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, demi pemenuhan kebutuhan garam tercukupi, pada semester pertama tahun 2019 ini, impor garam di Indonesia sudah mencapai 1,2 juta ton atau 40% dari kuota impor yang telah ditetapkan (2,7 ton). 

Adanya impor garam membuat harga garam produksi lokal cenderung anjlok yang mengakibatkan banyak petani garam mengeluh. Harga garam di pasaran saat ini berada di level Rp 400 – Rp 700 per kg. Padahal tahun lalu, harga garam sempat berada di atas Rp 1000 per kg.

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan mencapai 2/3 dari luas wilayah negara, Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan garam secara mandiri tanpa harus melakukan impor. Namun nyatanya, pemerintah masih belum dapat memaksimalkan kekayaan laut Indonesia dan terus terusan mengandalkan pihak luar demi terpenuhinya permintaan akan garam.

Kebijakan pemerintah dalam mengadakan impor garam tentunya diamini oleh para pelaku industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku utama mereka. Ketersediaan garam nasional yang sedikit serta rendahnya kualitas garam yang dihasilkan membuat para pelaku industri ini mendukung dan mendesak pemerintah untuk terus melakukan impor garam.

Rendahnya produksi garam disinyalir menjadi pemicu utama mengapa Indonesia masih saja mengimpor garam. Cuaca menjadi faktor yang signifikan terhadap produksi garam domestik. Hujan yang terus menerus mengakibatkan banyak petani garam yang gagal panen, sehingganya produksi garam lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan garam nasional secara utuh.

Selain cuaca, faktor lain yang menyebabkan minimnya produksi garam nasional adalah proses pembuatan garam yang masih tradisional. Perlu waktu yang cukup lama untuk akhirnya garam dapat dipanen sehingganya produksi garam tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Pengelolaan tata niaga garam yang masih semrawut oleh pemerintah juga menjadi salah satu faktor melemahnya produksi garam domestik. Alih alih membuka penyerapan garam rakyat yang diproduksi petani lokal, pemerintah justru lebih memilih membuka keran impor garam dalam memenuhi permintaan garam.
Keberadaan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai tepanjang kedua di dunia, namun masih mengandalkan impor garam dalam memenuhi kebutuhan nasional seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah.

Pengkajian ulang terhadap industrialisasi garam di Indonesia saat ini tentunya sangat diperlukan. Begitu juga dengan upaya – upaya lain dalam  meningkatkan produksi garam domestik.

Pemenuhan kebutuhan garam nasional sangatlah penting tapi bukan berarti pemerintah melupakan begitu saja permasalahan pokok yang ada. Impor garam bukan menjadi satu satunya jalan dalam mengatasi keterbatasan produksi. Pemerintah juga tetap harus memikirkan solusi intrinsik seperti peningkatan teknologi pengolahan produksi garam dan ekstensifikasi lahan pertanian garam dalam rangka meningkatkan hasil produksi.

Kesejahteraan petani lokal juga seharusnya menjadi fokus utama pemerintah dalam menangani polemik impor garam di Indonesia. Bagaimana kebutuhan nasional akan garam dapat terpenuhi tanpa harus mengambil kebijakan yang merugikan petani lokal merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah saat ini juga.

Tentunya kerjasama dari berbagai pihak seperti pemerintah, pelaku industri dan juga petani lokal dalam memanfaatkan kekayaan dan potensi laut yang ada tak lagi dapat dikesampingkan. Polemik impor garam di negeri ini harus segera dituntaskan demi terwujudnya kedaulatan pangan.

Dengan label negara maritim yang tersemat, bukanlah hal yang mustahil jika suatu saat nanti wacana pemerintah untuk stop impor garam di Indonesia dapat segera terealisasikan.[opini]

Oleh: Aisyah Chairani Putri, Mahasiswi Politeknik Statistika STIS Jakarta.