Tim BPPHLHK Sepertinya Tutup Mata Terkait Ribuan Hektar Kawasan Hutan Dirambah

Tim BPPHLHK Sepertinya Tutup Mata Terkait Ribuan Hektar Kawasan Hutan Dirambah

Bengkalis - Ribuan hektar kawasan hutan produksi konversi areal perbatasan antara desa pematang duku kecamatan bengkalis-desa bantan sari  terus dirambah secara ilegal diduga dilakukan oleh Pengusaha berinisial HRMTdan HSN menggunakan modus surat tanah tahun 1997, namun surat tersebut menurut sumber masyarakat  desa Bantan Sari dikeluarkan oleh Oknum mantan Kepala Desa Pematang Duku pada tahun 2013.

Alat Berat yg digunakan sebagai perambahan Ribuan Hektar kawasan hutan untuk menjadikan kebun kelapa sawit diduga dilakukan oleh kedua orang  pengusaha asal Kota Bengkalis dan Kota Madya Dumai berinisial HRMT dan HSN tersebut, pada tanggal 9 maret 2019 saat tim Badan Pengaman dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Wilayah Sumatera di pimpin oleh Uliman,SH selaku PPNS cs berhasil diamankan. 

"Menurut muis warga desa bantan sari yang mengaku ikut serta menyaksikan saat penangkapan alat berat jenis Exscafator oleh tim BPPHLHK Wilayah sumatera menerangkan kepada Tim Media ini (01/10/19).

" Saya berserta beberapa orang warga bantan sari melihat langsung tim Gakum melakukan  penangkapan  satu unit Alat berat jenis exscafaotor, saat ditangkap posisi alat berat tersebut sedang parkir tidak bekerja di bedeng yang kami ketahui miliknya Hermanto pengusaha yang dikelola dibawah kendali bahar. Yang Kami tahu alat berat tersebut sudah berberapa tahun berada didalam hutan ,kami menduga alat berat itu digunakan sebagai perambah kawasan Hutan Bantan Sari maupun kawasan hutan Pematang Duku hingga menjadi kebun kelapa sawit saat ini." ujar Muis. 

Lebih lanjut terang warga bantan sari yang dikenal berprofesi sebagai petani itu , usai alat berat ditangkap oleh tim gakum yang di pimpin Uliman, SH, alat berat tersebut dititipkan kepada dirinya.

"Saya merasa heran tak beberapa hari kemudian saya dengar ada salah seorang dari kepala desa yang mengaku bahwa alat berat tersebut adalah merupakan alat berat sewaan desa mereka untuk membuat embung air pemadaman api, pada hal itu menurut saya adalah bohong, karena alat berat tersebut saya ketahui telah bertahun-tahun berada dalam kawasan hutan bantan sari diduga telah merambah ribuan hektar kawan hutan bantan sari maupun hutan Pematang Duku untuk membuat Kebun Kelapa Sawit miliknya beberapa orang Pengusaha".

Tak hanya itu saja yang menjadi pertanyaan besar baginya, setelah hampir tujuh bulan alat berat dititip kepadanya sementara penangan kasus penangkapan alat berat yang diduga  merambah kawasan hutan tersebut tidak ada kejelasan atau tidak ada orang yang ditetapkan sebagai tersangka.  

Selain itu pada saat pengambilan alat berat yg dititp oleh uliman,SH Selaku ketua Tim Gakum kepadanya dibuat berdasarkan berita acara penitipan oleh tim BPPHLHK wilayah Sumatra.

"Lanjutnya lagi, saat pengambilan alat berat tersebut malah Kepala Desa Pematang Duku (Badrun) tangal (22/9/19)."

" Ketika itu saya sangat keberatan, karena saya minta uliman sendiri selaku penitip barang untuk membuat Berita Acara pengambilan barang yang ia titip, namun Uliman tidak mau mengeluarkanya dengan berbagai alasan dan rayuan yang diberikan secara lisan, saya tidak bisa berbuat apa-apa, mau tidak mau dalam  keadaan terpojok terpaksa saya serah alat berat tersebut kepada Badrun" Jelas Muis. 

Sementara Masuri juga merupakan warga Desa Bantan Sari, yang mengaku sebagai salah seorang saksi yang dimintai keterangan oleh tim BPPHLHK di kantor BPPHLHK Pekanbaru dalam kesaksiannya telah mengungkapkan sejumlah alat bukti berupa dugaan surat tanah palsu yang di keluarkan oleh salah seorang oknum mantan Kepala Desa Pematang Duku untuk lahan di areal  kawasan hutan yang rambah dan terjadinya sekitar penangkapan alat berat.

"Saya menduga puluhan, bahkan ratusan dari surat tanah yang dikeluarkan oleh oknum mantan Kepala Desa Pematang Duku diatas lahan kawasan hutan yang diakuinya masuk dalam arel hutan Desa Pematang Duku tersebut adalah palsu, karena surat tanah tersebut dibuat sekitar tahun 2013 tapi yang digunakan segel tahun 1997, lantas bagi masyarakat yang ingin memiliki lahan harus membayar surat tanah kepada orang - orang matan Kepala Desa tersebut senilai Rp.800.000 per setiap surat tanah pada tahun 2013". 

Bukti-bukti surat tanah diduga palsu tersebut telah saya serahkan kepada penyidik yang memeriksa saya, tapi penyidik  tidak mau mengusutnya, malah bertanya hal-hal lain, padahal ribuan hektar kawasan yg dirambah termasuk dalam kawasan hutan bantan sari dan kawasan hutan pematang duku saya menduga semuanya menggunakan surat-surat seperti itu." Terang Masuri kepada Tim Media ini (01/10/2019) dirumah nya Jalan Terburuk Desa Bantan Sari.

Kepala BPPHLHK Wilayah sumatra Edwod hutapea ketika dikonfirmasi tim media ini (01/10/2019) terkait dengan sejumlah kejanggalan dalam pengusutan kasus dan tangapan alat  berat 9 maret 2019 dan tindak lanjutnya, melalui jawaban kontak WA lelaki yang akrab di panggil edo tersebut mengatakan.

"Saya sudah tugaskan tim kesana untuk pengecekan mungkin besok baru berangkat, karena masih ada kegiatan lain di Jakarta, saya jg masih nunggu informasi dari mereka nanti." Jelasnya.

(Romi).