Tokoh Adat Papua Minta Kepastian Hukum

Batin Hitam Korban Penetapan Tata Batas TNTN yang Tidak Jelas

Batin Hitam Korban  Penetapan Tata Batas TNTN yang Tidak Jelas

Kabar Hukum - Tugas Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XiX Pekanbaru, Riau yang melaksanakan tatabatas di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) perlu dipertanyakan dimana kesepakan antara Bupati Pelalawan dengan kepala desa Air Hitam berdasarkan tapal batas Taman saional Tesso Nilo, pada tanggal 19 Aril 2012 bertempat di kantor Kejaksaan Agung RI belum terlaksana sampai saat ini.

Ketua RT 11/ RW 04 Air Hitam, Paidi dalam suratnya kesepakatan di kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta itu mengaku kesepakatn ini disaksikan Jakas Pengacara Negara, Yusron, SH.,MH dan Tjok Gede Anom Susilayasa, SH, namun kesepakatan ini belum terlaksana sampai saat ini

"Ada apa? kok belum dilaksanakan," ujarnya, Minggu (8/9/19).

Atas surat ketua RT sebelumnya ditujukan pada Presiden Jokowi dan ditindaklanjuti okel Menteri Kehutanan ini membuat masyarakat bertanya-tanya, apalagi surat ini sudah dijawab Istana memalui surat Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam NO; S.810/10-KKBHL/2014.

Dirjen mengataka telah dilakukan tata batas Kawasan Hutan TNTN oleh BPKH Wilayah XII Tajung pinag ternyata fakta dilapangan masyarakt tidak mengetahui pelaksanaannya.

"Jadi wilayah kawasan Hutan TNTN masih Abu-abu, kami selaku masyarakat bertanya-tanya tentang kepastian hukum wilayah itu," katanya.

Sebelumnya juga ada tata batas defenitif pada kawasan TNTN seluas 38,576 hektare berdasarkan Sk NO : SK.255/Menhut-II/204 tentang perubahan fungsi sebagian kawasan hutan produksi terbatas di kelompok hutan Tesso Nilo yang terletak di kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu.

"Di SK tersebut diatas belum terlaksana tata batasnya, kemudian ditambah lagi perluasan TNTN seluas 44,492 hektare berdasarkan kepuusan menteri kehutanan No; SK.663/menhut-II/2009, lagi-lagi juga belum jelas tatabatasnya," kata dia.

Dikatakn Ketua RT ini, yang dalihkan fungsi adalah areal eks IUPHHK/HA PT Nanjak Makmur, yang pada saat itu berperasi PT Nanjak Makmur dimana perusahaan ini telah mengakui hak ulayat Batin Hitam Sungai Medang dengan membayar fee kayu alam RP. 5000/M3.

"Berdasarkan berita acara kesepakatan tanggal 23 maret 2001 bertempat di Universitas Islam Riau, dalam hal ini hak batin sebagai masyarakta adat petalangan sepertinya sengaja dihilangan dan seperti tidak diakomodir sehingga batin hitam itu saat ini dipenjara karena hibah tanah pada anak keponakan didesa Bukit Kusuma," katanya.

Sementara menurut peneliti dewan adat Papua wilayah III Kepala Burung, Manokwari, Y Baransano mengatakan, kalau menilik dari UU masyarakat adat itu berpegang pada surat menteri Kehutanan No; S.313/menhut-VI/2008 tanggal 5 juni 200 dimana pada poin ke 4 disarankan agar tanah ulayat dijadikan hutan tanaman rakyat (HTR) bukan dijadikan Taman Nasional Tesso Nilo.

Dia prihatin dan sayangkan tidak adanya tatabatas temu gelang yang memberikan kepastian hukum berdasarkan pasal 15 UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, juga Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan.

"Hal ini mebuktikan proses pengukuhan kawasan hutan TNTN tidak sesuai perintah UU, jadi diharapkan pemerintah daerah dalam hal ini bupati Pelalawan selaku ketua panitia tatabatas kawasan hutan segera melaksanakan tatbabas kawasan hutan untuk penetapan di TNTN," katanya.

"Dengan tidak jelasnya penetapan kawasan itu maka batin hitam Sungai Medang, Abdul Arifin dipenjara untuk itu maka beliau harus dibebaskan demi hukum," pungkasnya.**Jho