Penerapan Pidana "Diakali"

Aneh, Setelah Dua Warga Ditangkap Muncul Plang Areal Konservasi Musi Mas

Aneh, Setelah Dua Warga Ditangkap Muncul Plang Areal Konservasi Musi Mas

Kabar Hukum - Penangkapan dua warga Desa Tanjung Beringin, Pangkalan Kuras, Pelalawan, Riau beberapa waktu yang lalu kabarnya atas laporan Musim Mas pada pelaku penebang 4 batang pohon berbuntut panjang.

Atas laporan Musim Mas ini, Advokat dua penebang 4 batang kayu jadi tersangka ini langsung turun lapangan dengan pihak Kehutanan untuk menentukan titik kordinat tata batas areal, ternyata dilapangan ditemukan kalau itu bukan dilahan konservasi PT Musim Mas tapi di areal HPL.

Hal ini dikatakan oleh Advokat pendamping dua tersangka, Rawin, SH dilapangan tepat dititik kordinat dengan ahli dari Kehutanan.

"Itu bukan lahan konservasi sebab kata pihak Kehutanan itu adalah tanah ulayat Bathin Tuah Napu. Nah kalau ditanah ulayat itu tidak ada lahan konservasi," katanya, Selasa (16/7/19).  

Menurut Ahli Kehutanan, sesuai perintah pasal 15 UU Kehutanan No 41 tahun 1999 berbunyi suatu kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum harus melakukan proses pengukuhan diharuskan alah satu pasalnya berbunyi harus melakukan penetapan batas.

"Inikan Musim Mas sendiri yang menentukan batasnya, bukan atas dasar perintah  UU. Ini areal HPL bukan kawasan hutan," kata ahli Kehutanan Wlliy di vidio rekaman warga dilapangan.

Rawin bahkan kaget setelah Polres Pelalawan menetapkan dua orang warga yang menebang kayu ini tersangka dan ditahan, berdasarkan keterangan anak Buyung yang dituduh menebang kayu dilahan ini, pihak Musim Mas baru memasang plang dilokasi itu, yang salah satu poin larangannya "Dilarang merusak dan menganggu lahan konservasi" di sepadan sungai Napoh.

"Kalau memang itu yang dilakukan (Memasang Plang Larangan) Musim Mas berati penyidik Polres Pelalawan diduga "diakali" perusahaan," kata pemuda yang juga tokoh masyarakat Talau ini.

JUga pada PERMENLHK NO.P.71/MenLHK/Setjen/HPL.3/8/2016 mengatur tidak wajib membayar PSDH dan DR, ini keluar dari pernyataan WILLY ahli Penelaah Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan Kayu pada Kantor KPH Sorek beberpa waktu lalu.

"Cuma 4 batang pohon, rakyat masuk penjara namun PT Musim Mas menduduki Kawasan hutan tanpa izin seluas 300 ha tidak dihukum apalagi setelah dirambah ditanami sawit 300 ha itu dalam kawasan HP Tesso Nilo," katanya.

Dikatkan dia, harusnya perusahaan bermusyawarah dahulu dengan kepala atau pemangku Adat desa atau Bathin Tuah Napu kalau ada warga yang merugikan perusahaan.

"Pasalnya kata dia daerah kita ini adalah daerah yang memiliki adat istiadat. Harusnya Musim Mas tidak langsung main jebloskan saja warga kami ke penjara," katanya.

Lanjutnya kalau dinilai harga berapa rupiah nilai kayu yang diambil itu juga bukan untuk di jual tapi untuk dipakai sendiri.

"Memang penerapan pidana itu tidak tergantung nilai tapi perusahaan harus tahu kalau mereka berada dalam kawasan adat," katanya.

Tentunya hal ini betul-betul memukul hati warga, dimana sebagai warga tempatan yang mana daerah ini di sekelilingi sawit PT. Musim Mas yang berakibat tidak ada lagi tempat mencari kayu, karena Musim Mas tidak menyisakan hutan cadangan untuk masyarakat di Talau dan Tanjung Beringin.

"Bahkan kampung tua peradapan desa Talau juga sudah ditanam sawit oleh PT Musim Mas, sehingga masyakat terkepung sawit ditambah sungai sebagai mata pencaharian tidak bisa diandalkan karena banyak sungai dalam kawasan HGU Musim Mas ditanam sawit sehingga sungainya rusak," pungkasnya.

Sementara itu Informasi dari Gomgom Supriadi Simanjuntak, sejarah HGU PT Musim Mas, dahulu awalnya sebagai perusahaan yang mengolah lahan sesuai izin sebagi PIR Trans untuk warga.

Belakangan izin itu berobah menjadi lahan HGU yang keseleruhan atas kekuasaan perusahaan sementara PIR Trans yang sesuai izin tersebut diabaikan.

Ini Jawab Musim Mas.**JH


Baca Juga