Ketua Komisi 3 DPRD Kota Medan Bantah Pemberitaan Sebut Dirinya Lakukan Dugaan Pemerasan

Ketua Komisi 3 DPRD Kota Medan Bantah Pemberitaan Sebut Dirinya Lakukan Dugaan Pemerasan

Photo : Ketua Komisi 3 DPRD Kota Medan Salomo Pardede

Kabar Medan - Putra mantan Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede, yakni Salomo Tabah Ronal Pardede, resmi menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Kota Medan membantah terkait pemberitaan https://warta-kota.com/gawattketua-komisi-iii-dprd-medan-dan-2-staff-nya-diduga-lakukan-pemerasan-terhadap-pengusaha-mikro/

"Saya membantah pemberitaan di salah satu media online, terkait Ketua Komisi III DPRD Kota Medan, SP, diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap sejumlah pelaku usaha mikro di kota Medan," ungkapnya, Minggu, (20/4/2025)

Lanjut Salomo Pardede mengatakan dirinya tidak pernah melakukan apa yang seperti di beritakan di salah satu media online tersebut

"Saya tidak pernah melakukan apa yang di beritakan, apalagi melakukan pemerasan terhadap usaha Mikro UMKM," pungkasnya.

Sebelumnya di beritakan  di media online https://warta-kota.com/gawattketua-komisi-iii-dprd-medan-dan-2-staff-nya-diduga-lakukan-pemerasa7n-terhadap-pengusaha-mikro/ 

Dalam berita  di sebutkan, Ketua Komisi III DPRD Kota Medan, SP, diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap sejumlah pelaku usaha mikro di kota Medan. Dugaan tersebut mencuat setelah beberapa pengusaha mengaku kepada awak media dimintai setoran sejumlah uang dengan dalih perizinan yang belum lengkap.

Menurut keterangan dari salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya, SP kerap memanggil pengusaha secara pribadi dan menyampaikan ancaman akan menutup usaha mereka jika tidak menyetorkan uang dalam jumlah besar. “Ia bilang, kalau tidak mau disegel, harus setor antara 50 juta sampai 150 juta rupiah,” ujar sumber tersebut.

Ironisnya, para pelaku usaha tersebut mengaku sudah memenuhi kewajiban mereka, termasuk membayar pajak dan PPN kepada Dispenda Kota Medan. Namun, SP disebut-sebut tetap mencari-cari kesalahan dalam dokumen perizinan sebagai alasan untuk melakukan tekanan.

Modus pemerasan ini diduga melibatkan dua staf yakni “SF dan AS”. Keduanya disebut berperan dalam mengatur lokasi dan teknis penyerahan uang. Salah satu transaksi disebut berlangsung beberapa hari yang lalu di didalam mobil staff nya jenis CRV

“Banyak pengusaha yang takut dan akhirnya menuruti permintaan itu. Ada yang memberikan 50 juta, bahkan lebih. Dan itu harus diberikan secara tunai, tidak boleh ditransfer,” ungkap sumber lain.

Para pelaku usaha mengaku tertekan dan merasa diperas secara sistematis. Setoran tersebut tidak hanya sekali,pengusaha diwajibkan membayar setoran secara rutin setiap bulan.**