Sebelumnya LSM Gempur Riau Sudah Beri Peringatan Keras - Tak Pakai APD Pembangunan RS Bhayangkara Makan Korban
Kabar Pekanbaru - Apa yang dikhawatirkan oleh Ketua DPD LSM Gempur Riau, Hasanul Arifin, terbukti sudah, dimana sebelumnya Gempur menyoroti pekerja PT. Bina Artha Perkasa beralamat di Semarang Jawa Tengah dalam membangun gedung Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Riau, di jalan Jend Sudirman Pekanbaru, tanpa alat pelindung diri (APD) akan memakan korban.
Namun peringatan ini seperti diabaikan bahkan pihak Dinas Ternaga Kerja Riau juga terkesan membiarkan pekerjaan ini tanpa pelindung, itu sepertinya Dinas ini mengabaikan keselamatan pekerja.
Kini karena memakai alat pengaman, salah seorang Pekerja terpeleset dan jatuh dari lantai 4 saat mengerjakan proyek pembangunan RS (Rumah Sakit) Bhayangkara Pekanbaru itu bahkan nyawa pekerja ini hilang.
Informasi yang diperoleh Hasanul Arifin dari media (broadcastindonesiacom) korban yang meninggal dunia Klara Tofanito Alias Acong sebagai pengawas proyek Pembangunan gedung Rumah Sakit RS Bayangkara di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru itu.
Baca Juga :
Pelaksana adalah PT. Bina Artha Perkasa terkesan kebal hukum sebab sebelumnya beberapa berita okeline.com sudah viral terhadap pekerjanya tidak memakai APD ini.
Korban saat bekerja sebagai pengawas proyek pembangunan RS Bhayangkara pekanbaru terjatuh terpeleset dari lantai 4 kamis 14 november 2024 sekitar pukul 9 malam korban sempat gantungan, untung cepat di tolong sama tukang lainnya.
Baca Juga :
Diceritakan istri korban kepada media, ”semenjak kejadian itu badan suami saya lemas, kemudian korban dilarikan ke rumah sakit Bayangkara Pekanbaru.
Istri korban sebelum mengatakan “suaminya meninggal dunia, hasil pemeriksaan dari pihak RS Bhayangkara suaminya tidak ada penyakit apapun, sehingga korban tidak dirawat dan langsung dibawa pulang ke mes karyawan, namun hasil medis dari RS Bhayangkara secara tertulis sampai saat ini saya tidak lihat”.
“Saat di mes karyawan korban hendak ke kamar mandi meskipun susah berjalan namun tetap diusahakannya, sehingga korban terjatuh dan berteriak minta tolong, saat itulah pekerja yang ada didalam mes karyawan menolong korban,” katanya.
Kemudian esok harinya minggu korban dipulangkan ke Jakarta didampingi rekannya, “korban diserahkan kepada kami di bandara halim dan di titipkan uang sebesar Rp 2 juta”.
Sedangkan untuk ongkos taksi Rp 329 ribu ditambah biaya pinjam kursi roda di bandara Rp 50 ribu ditanggung sendiri,”ujar istri korban.
Sementara itu kami butuh biaya Rp 2 juta lagi untuk membeli obat dan saya coba hubungi karyawan lain i,namun tidak direspon.
“Pada tanggal 25 November 2024 saya kirim video suami saya kondisinya sudah tidak bisa apa apa lagi alias sekarat baru di kirimnya uang Rp 2 juta sambil menyarankan suami saya di bawa kerumah sakit, namun sayangnya belum sampai rumah sakit suami saya meninggal,” katanya.
Sebelum suami saya meninggal dia almarhum pernah bercerita,”kami seluruhnya bekerja siang dan malam, Karena kejar target, soalnya gedung ini harus selesai bulan Desember 2024. Saya berada di lantai 3 dan 4 (empat) mengawasi pekerjaan memasang cor semen Malam naas itu saya terjatuh di lantai 3 (tiga),” kata istri menceritakan keterangan almarhum.
Sementara itu pihak Disnaker Provinsi Riau saat dihampiri wartawan menjelaskan kecelakaan kerja ini yang menangani pihak kementerian tenaga kerja, soalnya, perusahaan yang mengerjakan proyek RS Bhayangkara Pekanbaru, itu pelaksanaannya adalah PT. Bina Artha Perkasa berdomisili di Semarang Jawa
“Untuk pengaduan bisa disampaikan ke disnaker provinsi Riau, akan tetapi kita lanjutkan ke kementerian Disnakertrans,” demikian katanya mengelak.
Hingga berita ini dilansir, pihak pelaksana proyek RS Bhayangkara dikonfirmasi belum menjawab, termasuk pihak terkait lainnya.
Jauh sebelum kecelakaan kerja ini terjadi LSM gempur Riau telah memberikan peringatan, “miris para pekerjanya tak satupun terpantau tanpa APD, kemudian Pihak Dinas PUPR Prov Riau juga sangat lemah dan terkesan main mata perusahaan pembangunan Rumah Sakit di Polda Riau, sebab anggran K3 ada perencanaan dan tercantum dalam RAB,” kata Ketua DPD LSM Gempur Riau, Hasanul Arifin, Jumat (15/11/24) sebelumnya.
Arif melihat para pekerja RS Bhayangkara itu tidak menggunakan Keselamatan Kerja (K3) dan bangunan yang dekat rumah warga itu tak memakai jaring pengaman sehingga membuat warga sekitar lokasi ketakutan tertimpa bahan bangunan.
Bahkan dalam pekerjaan pada bangunan yang lebih 4 lantai tersebut, “kita duga kontaktor pelaksana hanya memikirkan keuntungannya semata, dengan mengabaikan rambu-rambu berupa himbauan dan alat perlengkapan sebagai pelindung (APD) seperti jaring dan lainnya yang berguna untuk keselamatan baik terhadap lingkungan sekitar maupun diri para pekerjanya,” kata Arif.
Arif menduga peristiwa ini terjadi karena lemahnya pengawasan baik dari konsultan pengawas maupun dari pengawas dinas terkait dalam hal ini dinas PUPR Provinsi Riau.
“Bangunan yang di kerjakan adalah rumah sakit Bhayangkara itu dibawah naungan lembaga penegak hukum yaitu kepolisian Daerah Riau,” katanya.
Tentunya sangat tidak masuk diakal kata Arif “jika kontraktor proyek yang bernilai kontrak Rp.49.476.155.176,- tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik ini”.
“Kenyamanan dan ketentraman dari masyarakat sekitar karena adanya reruntuhannya Material yang jatuh mengenai perumahan warga serta Mushola Dinas Sosial sehingga mengganggu kenyamanan dan ketentraman dari aktifitas masyarakat disekitar pembangunan RS Bhayangkara karena tidak ada pengamanan safety net (jaring pengaman) yang dilakukan oleh kontraktor,” kata Arif.
“Ini tentunya sudah melanggar peraturan tentang K3,” ulas Arif.
Terkait ketakutan masyarakat sekitar itu, “dua minggu lalu, 15 sampai 20 warga yang terkena dampak dari jatuhan material bangunan mendatangi kantor direksi minta pertanggung jawaban kontraktor agar atap rumah mereka di perbaiki”.
“Anehnya sampai sekarang belum ada realisasi dari pihak kontraktor pelaksana. Jangan sampai masyarakat datang kembali dengan permasalahan yang sama,” katanya.
Arif menyayangkan, kontraktor pelaksana ini atau Dinas PUPR menganggap karena gedung ini dibawah naungan salah satu institusi lembaga penegak hukum sehingga mereka menganggap peraturan itu menjadi biasa - biasa saja,” ujar Arif sedikit kesal.
Arif mengatakan permasalahannya untuk APD dan alat Safety lainyakan sudah dianggarkan pada perencanaan dan tertuang dalam rencana anggaran biaya (RAB) tetapi mengapa tidak digunakan.
“Wajar banyak yang menduga pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang korupsi,” katanya.
Untuk itu kata Arif, “kami akan segera melakukan langkah - langkah terhadap peristiwa ini seperti mendatangi dan melaporkan kepada dinas tenaga kerja dan mengajak dinas tersebut untuk turun memeriksa apakah prosedur K3 sudah diterapkan”.
“Sebenarnya oleh penyedia (rekanan) termasuk BPJS ketenagakerjaan, serta kami juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Sekdaprov Riau, agar segera mengevaluasi pejabat terkait, baik itu Kadis, PPK, PPTK dan rekanan terutama untuk penegakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3),” katanya.
“Bagi kami peristiwa ini merupakan preseden buruk dari lemahnya pengawasan dan penegasan pemerintah terutama dinas terkait PUPR Provinsi Riau, Bagaimana mungkin pemerintah Provinsi Riau dapat menegakkan hak-hak tenaga kerja terutama tentang penerapan dan penegasan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada perusahaan swasta sementara pada kegiatan yang dilaksanakan di dinas pemerintahan saja masih terdapat kelemahan bahkan kami duga sebagai pembiayaran,” katanya.
“Sudah cukuplah korban saat pembangunan Fly over dan Masjid Raya Pekanbaru (leton II), karena lemahnya penerapan K3 sehingga korban jiwa melayang tanpa tanpa K3,” pungkasnya.**