Sawit dalam Lahan PT. PSPI, Ninik Mamak Meminta Anak Kemanakan Di Desa Batu Gajah Bersabar

Kabar Kampar - Berbagai masalah telah dihadapi oleh PT. Perawang Sukses Perkasa Industri (PT. PSPI) dalam melaksanakan hak atas izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) sejak tahun 1998 di Kabupaten Kampar.
Cobaan itu mulai dari masalah yang terlanjur dilakukan oleh PTPN V (sekarang PTPN IV Sub Holding Palmco), yang menanam sawit sampai masuk izin PT. PSPI di Desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kampar, hingga ada “silang pendapat” masalah atas kepemilikan sawit itu.
Berdasarkan info dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia seluas 52.725 hektar di Provinsi Riau, 30.000 hektar berada di wilayah Lipat Kain Kampar Kiri dan 23.725 hektar berada di wilayah Desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung itu semua adalah Hak Guna Usaha (HGU).
Menaggapi permasalahan anak kemanakan di Desa Batu Gajah itu, Ninik Mamak Desa Batu Gajah, Suhaili Husein Datuk Mudo, buka suara terutama perbedaan pendapat antara PT. Perawang Sukses Perkasa Industri (PT. PSPI) dengan PTPN V (sekarang PTPN IV Sub Holding Palmco) sehingga menghasilkan perbedaan pendapat antara anak keponakannya di Desa Batu Gajah.
Tokoh Masyarakat Tapung ini menjelaskan "pada tahun 2004/2005 PTPN V menggarap sebagian lahan HPHTI PT.PSPI Seluas 2.823 hektar, tepatnya di perbatasan antara desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar dengan desa Kabun, Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu yaitu batasnya itu sungai Batu Langkah terus ke sungai Palembayan”.
“Itu batas resminya," jelas Suhaili Husein Datuk Mudo pada media, yang dilihat media ini pada Kamis (14/10/24).
"Tidak benar lahan itu berada dalam hak ulayat suku Piliang Datuk Pandak, Bangkinang, Lahan itu murni 100 persen berada di dalam hak ulayat kenegerian desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar," ulas datuk Suhaili pada media.
Terkait permasalahan anak Kemenakan yang ada di Desa Batu Gajah yang saat ini ada kebun sawit dalam lahan seluas 250 hektar yang berada diatas izin PT PSPI, Datuk Suhaili berharap “anak kemenakan untuk bersabar dan akan segera diselesaikan”.
‘Saya akan mengutus perwakilan untuk memediasi masalah sawit yang berada dalam lahan PT PSPI di Desa Batu Gajah. Anak kemenakan yang berdomisili di sekitar lokasi saya harap bersabar, masalah pohon sawit yang ada dalam lahan PT PSPI akan kita selesaikan dengan cara musyawarah, dan yang berhak pasti akan mendapatkan haknya sebagai anak kemenakan,” katanya.
Namun Datuk Suhaili mengingatkan anak kemanakan bahwa untuk menyelesaikan masalah batang sawit yang berada dalam lahan PT PSPI itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Guna penyelesaian sawit itu kita mencoba berkoordinasi dengan beberapa pihak dan anak keponakan saya di Desa Batu Gajah yang berhak akan mendapat bagian asal! tidak ingin menguasai hak anak kemakan yang lain, apalagi anak kemanakan saya banyak jadi saya harus berlaku adil,” kata datuk Suhaili.
Datuk ini berharap kepada anak kemanakan di Desa Batu Gajah untuk menjaga harkat dan martabat kesukuan di mana “kalau ada hal yang buruk untuk tidak membuka aib sendiri kepada publik atau mengeluarkan pendapat dengan mempermalukan keluarga dan suku sendiri.
“Anak kemenakan tolong jaga marwah kesukuan dan tokoh kita sebab apapun pendapat yang merugikan kesukuan kita itu anak kemankan seperti menepuk air didulang. Kalaulah ada tokoh kita dipermalukan orang sudah seharusnya anak kemanakan menjaga dari pembicaraan orang lain,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah pembagian anak kemakan itu akan segera dilaksanakan?, Datuk Suhaili menjawab “bersabar dulu, nanti setelah semua legalitas diselesaikan karena saya membagikan kepada anaka kemanakan tentunya dalam keadaan legal atau sah dan sudah diakui Desa maupun pihak Kecamatan selaku pemerintah,” pungkasnya.
Diketahui dari berita media sebelumnya “Yayasan Riau Madani mengecam tindakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kampar yang membawa-bawa nama organisasi lingkungan tersebut dalam pengaduannya ke Presiden Jokowi dan Menkopolhukam terkait klaim lahan tanah ulayat Persukuan Piliang Ganting. Lahan kebun sawit seluas 2.823 hektare yang diklaim Persukuan Piliang Ganting”.
Yayasan Riau Madani menggugat PTPN V atas pengelolaan kebun sawit dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batu Gajah di Tapung, Kampar pada 2013 lalu.
Sejak 2016, putusan perkara sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Putusan akhirnya yakni pengembalian areal sengketa sesuai fungsi hutan dengan cara menebang kebun sawit dan menanami kembali dengan tanaman akasia.
Hal senada juga disampaikan tokoh adat “bahwa sangat menyayangkan atas tindakan DPRD Kampar terhadap pengaduannya ke Presiden Jokowi dan Menkopolhukam terkait klaim lahan tanah ulayat Persukuan Piliang Ganting”.
“Dan lahan itu sudah lama proses hukumnya berjalan tidak mungkin bisa dibuat seperti yang terjadi di desa senama nenek kecamatan Tapung hulu,” jelas ninik mamak ini pada media.
Ninik mamak ini juga kecewa terhadap PTPN V yang tidak menjalankan keputusan hukum yang telah inkrah tersebut, ia mengatakan kita semua harus taat pada hukum, terutama PTPN V sebagai perusahaan milik negara harus patuh hukum dan dapat memberikan contoh yang baik selaku perusahaan plat merah.
"Jangan memberikan contoh yang kurang baik kepada masyarakat dan negera ini, sudah berapa lama PTPN V mengambil untung hasilnya di atas izin PT. PSPI, jangan dipertontonkan kelakuan kurang baik itu ke muka umum," jelasnya.
Selanjutnya menurut Ninik mamak itu “saat ini yang perlu kita desak kepada Pengadilan Bangkinang agar segera melaksanakan eksekusi, yang sempat tertunda pada tahun 2019 lalu. Putusan hukum terhadap lahan tersebut wajib dilaksanakan”.
"Setelah dieksekusi nantinya, sesuai amar putusan terhadap lahan kebun sawit seluas 2.823 hektar itu harus kembali ke negara, maka semua pihak harus dan wajib mentaati putusan hukum tersebut," pungkas tokoh adat ini.**