Tradisi Lampu Colok di Bengkalisi Sudah Sejak Dulu

Tradisi Lampu Colok di Bengkalisi Sudah Sejak Dulu

Kabar Budaya - Tradisi pemasangan lampu colok pada jelang malam 27 Ramadhan di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, merupakan tradisi yang unik meski tidak ada literatur rinci yang menjelaskan tradisi lampu colok tersebut adanya di Bengkalis.

Warga Bengkalis mengenal lampu colok sebagai bentuk tradisi di penghujung Ramadhan tradisi dengan memanfaatkan susunan lampu minyak tanah yang beragam bentuk, mulai dari asma Allah hingga bentuk masjid yang indah dan bermacam bentuknya.

"Lampu colok sendiri merupakan susunan ratusan hingga ribuan lampu  minyak yang terbuat dari kaleng dan dipasang pertengahan puasa jelang lebaran," katanya.

Lampu itu disusun pada menara yang terbuat dari kayu. Tinggi dan lebarnya mencapai puluhan meter. Lampu colok biasanya mulai ditampilkan pada malam 27 Ramadhan hingga malam takbiran Idul Fitri.

Menyambut lampu colok tersebut. Mereka secara sukarela bergotong royong mendirikan menara selama Bulan Ramadhan. Setiap malam usai salat Tarawih, mereka bekerja keras mendirikan menara, membuat ribuan lampu.

"Sebelum bulan Ramadhan kita semua bergotong-royong mendirikan menara untuk lampu colok ini," ucap salah satu Ketua pemuda desa Senggoro, Acok, Jumat (24/5/19).

Tahun ini, katanya, mereka mendirikan menara setinggi 15 meter dengan lebar 20 meter. Selain itu, lebih dari 5.000 lampu colok turut dibuat untuk mengisi menara tersebut dengan pola yang telah ditentukan.

"Ini gambar masjid. Bentuk bangunan masjid lengkap," ujarnya.

Membuat menara lampu colok dengan pola seperti masjid yang tengah dilakukan mereka bukan sebuah pekerjaan mudah. Selain itu, dana yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dia mengaku, untuk mendirikan menara serta operasional lampu colok selama tiga hari menghabiskan anggaran hingga Rp20jutaan.

Acok  mengaku tidak ada paksaan dalam mendirikan lampu colok tersebut. Menurut dia, membuat lampu colok merupakan bentuk dari semangat pemuda setempat dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Selain itu, dia dan rekan-rekannya sepakat harus ada yang rela berkorban baik waktu dan materi untuk menjaga tradisi.

"Kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga tradisi ini. Ini tradisi yang harus dijaga sampai kapanpun," tutupnya.

Selain itu, dia mengatakan membuat lampu colok juga untuk menghibur para perantau yang pulang untuk merayakan hari idul Fitri di kampung halaman.

"Kita juga ingin kampung ini dikenal yang akan menjadi kebanggaan kami semua," pungkasnya.*romi