Ada Papan Iklan "Raksasa" Di Bundaran Sib, Pemko Medan Di Minta Penuhi UU RTH, Bukan Hutan Reklame

Ada Papan Iklan "Raksasa" Di Bundaran Sib, Pemko Medan Di Minta Penuhi UU RTH, Bukan Hutan Reklame

Photo : Papan Reklame di Bundaran Sib Kota Medan

Kabar Medan - Tugu Bundaran SIB di Jalan Gatot Subroto kini berdampingan dengan sebuah Papan Iklan Raksasa.

Rahmadsyah Warga Kota Medan yang juga Aktifis yang tergabung dalam Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup mengatakan bahwa Adanya Papan Rekalme tersebut merupakan bukti bahwa telah terjadi penurunan fungsi ekologis kota salah satunya ditandai oleh keberadaan iklan di jalanan. Pemasangan iklan menjamur seperti penanaman hutan.

Hutan iklan tumbuh di sepanjang jalan protokol hingga jalan kampung bahkan gang-gang tikus. Adapun sebagian besar bahan utama iklan adalah plastik dan kertas.

Pihak utama yang turut andil menghadirkannya adalah sektor swasta, politik, dan pemerintah.

Swasta mendominasi pemasangan informasi di ruang publik, baik untuk iklan produk, jasa, acara, dan lainnya. Dunia politik tidak mau ketinggalan dengan gencarnya pemasangan media kampanye di setiap hajatan demokrasi, seperti pilkada dan pemilu.

Informasi sosialisasi dan layanan pemerintah pun ikut-ikutan dipasang di banyak titik. Media yang digunakan hampir semua sama, antara lain berupa papan reklame, baliho, spanduk, rontek, pamflet, dan lainnya.

Pemasangan saling rebut lokasi strategis, seperti perempatan jalan, pinggir jalan utama, dekat pusat fasilitas, dan lainnya.

Bahkan belakangan terjadi ekspansi ke ruang privat, seperti toko, warung makan, depan rumah, dan lainnya. Media iklan berjejal rapat dan satu titik bisa menumpuk banyak.

Alhasil media iklan tidak sekadar menghutan tetapi juga menjelma jadi sampah visual. Kumuh, semrawut, serta jauh dari etika dan estetika kota adalah kesan yang ditangkap mata kita.

"Papan Reklame makin menjamur di Kota Medan, Ruang Terbuka Hijau tak terpenuhi," ungkapnya, Rabu (27/3/2023)

Lanjut Rahmad mengatakan bahwa dirinya berharap Pemko Medan menekan hutan reklame, sebaliknya hutan kota wajib diperluas dan diperbanyak. Hutan kota sebagai bagian Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi ekologi dan hidrologi yang mempengaruhi kualitas dan estetika lingkungan perkotaan. Di tengah kondisi kritis Kota hutan kota menjadi pilihan untuk menyelamatkan ekologi masa depan.

UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 menegaskan bahwa kota wajib memiliki RTH minimal 30 % dari luas wilayah. Luasan tersebut dengan proporsi minimal 10 % RTH privat  dan 20 % RTH Publik. Setidaknya setengah dari  RTH publik tersebut adalah hutan kota.

"Harusnya Ruang Terbuka Hijau yang di perbanyak untuk memenuhi UU RTH,  bukan malah sebaliknya Kota Medan sudah seperti Hutan Reklame," pungkasnya.**