Pegiat Lingkungan; Pohon Mahang tidak Tumbuh dalam Hutan Primer
Kabar Pekanbaru - Menanggapi polemik peredaran kayu mahang oleh salah seorang yang mengaku pemerhati lingkungan dan juga mengaku dari LSM, Pegiat hutan dan Lingkungan Tommy Freddy M, SKom, SH, MH, menyampaikan tentang pemanfaatan atau izin menggunakan tanaman pohon Mahang untuk pertukangan.
Pohon Mahang itu banyak dan akan tumbuh di lahan perladangan atau lahan bukaan atau lahan tidur yang tidak dikelola setelah ditebang hutan alamnya. Mahang bahasa latinnya Macaranga atau disebut juga jenis tanaman pohon pionir, dan masuk dalam kelompok tanaman “Perdu” (Jabon, Jati, Durian, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, Waru, dll).
Tommy, menerangkan kalau pohon Mahang adalah pohon yang banyak tumbuh di perladangan rakyat dan lahan bukaan baru yang tidak ditanami “kayu tanaman kehutanan jenis Mahang tidak tumbuh liar dalam hutan. Mahang tumbuh di lahan sekunder atau di lahan baru atau lahan yang sudah hutannya ditebang. Artinya Mahang tumbuh dalam hutan muda,” katanya, Kamis (7/3/24).
Selain itu jelas Pegiat lingkungan yang sudah melintang didunia lingkungan ini mengatakan, “banyak yang mengaku aktivis lingkungan namun tak tahu apa yang dimaksud tanaman hutan, hutan sekunder, atau hutan milik masyarakat yang sudah memiliki alas hak. Artinya dalam lahan bukaan yang sudah ada suratnya itu namun belum digarap sehingga tumbuh kayu jenis mahang,” katanya.
Baca Juga :
Selanjutnya Tommy menjelaskan keterkaitan izin Pengangkutan kayu rakyat di luar jenis-jenis yang menggunakan SKAU dan Nota menggunakan Dokumen Pengangkutan kayu SKSKB cap ‘KR”.
“Pelaksanaannya diatur untuk pengangkutan kayu dalam bentuk kayu bulat, menggunakan SKSKB cap ” KR ”. Untuk pengangkutan kayu rakyat dalam bentuk olahan masyarakat (pengolahan secara tradisional), menggunakan SKSKB cap ” KR ” dengan dilampiri BAP perubahan bentuk dari kayu bulat menjadi kayu olahan yang dibuat oleh pemilik kayu dengan diketahui P2SKSKB,” katanya.
Diperjelas Tommy, “penerbitan SKSKB cap ”KR” tersebut dilaksanakan oleh P2SKSKB.
Penggunaan SKSKB cap ”KR” tersebut berlaku juga untuk pengangkutan lanjutan”.
Kebutuhan kayu lokal adalah usaha untuk memenuhi pasokan kayu bulat dan atau kayu olahan yang dibutuhkan Kabupaten/Kota dalam rangka untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan umum. Pasal 1 ayat (1) Permenhut Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Pemenuhan Bahan Baku Kayu Untuk Kebutuhan Lokal)”.
“Nah, dokumen pengangkutan kayu untuk kepentingan umum dan bencana alam menggunakan SKSKB cap kehutanan ”Kalau” setelah dibayar PSDH,” katanya.
Lanjut Tommy, “Namun untuk dokumen pengangkutan kayu dari Hutan Hak atau Hutan Rakyat untuk kepentingan umum dan bencana alam menggunakan dokumen sesuai Peraturan Menteri Kehutanan tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak. (Pasal 12 ayat (6) Permenhut Nomor : P. 7/Menhut-II/2009)”.
“Itu sesuai Peraturan Menteri Kehutanan No : P.33/Menhut-II/2007, tanggal : 24 Agustus 2007,” katanya.**